Raya and the Last Dragon: Ketika Kepercayaan Menjadi Senjata Paling Kuat

Dirilis pada tahun 2021, Raya and the Last Dragon menandai langkah besar bagi Disney dalam menjelajahi budaya dan estetika Asia Tenggara. Disutradarai oleh Don Hall dan Carlos López Estrada, film ini tidak hanya tampil sebagai visual fantasy yang luar biasa, tapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang kepercayaan, persatuan, dan penyembuhan luka kolektif—sesuatu yang sangat relevan di era sekarang.

Dengan latar dunia fiksi bernama Kumandra, film ini membawa kita ke perjalanan epik bersama seorang pejuang muda bernama Raya, yang berusaha menyelamatkan dunia dari kehancuran yang disebabkan oleh makhluk gelap bernama Druun.


🐉 Kumandra: Dunia Fantasi yang Kental Nuansa Asia Tenggara

Satu hal yang langsung terasa saat menonton Raya and the Last Dragon adalah kekayaan visual dan budaya yang terinspirasi dari Asia Tenggara. Mulai dari arsitektur, pakaian, makanan (yes, ada adegan makan sate!), hingga sistem kepercayaan, semuanya menyiratkan perpaduan dari negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Laos.

Kumandra dibagi menjadi lima wilayah: Heart, Fang, Spine, Talon, dan Tail, masing-masing dengan karakteristik unik. Namun setelah naga menghilang dan Druun menyerang, wilayah-wilayah ini terpecah karena saling curiga dan berebut kekuasaan.

Ini bukan hanya latar dunia—tapi juga alegori sosial. Kumandra adalah cermin dunia kita yang penuh konflik dan ketidakpercayaan. Sounds familiar, Gen Z?


🗡️ Raya: Pejuang Muda yang Luka dan Penuh Harapan

Raya, diperankan oleh Kelly Marie Tran (versi bahasa Inggris), adalah putri dari wilayah Heart yang dilatih sejak kecil untuk menjaga Dragon Gem, artefak sakral yang dipercaya bisa menahan kekuatan Druun.

Namun karena sebuah pengkhianatan, gem tersebut pecah dan membawa kehancuran ke seluruh Kumandra. Ayah Raya jadi korban. Sejak itu, Raya hidup sebagai pengembara, mencari pecahan gem sambil menutup hatinya dari orang lain.

Dia badass, mandiri, dan sangat relatable—terutama buat Gen Z yang tumbuh di tengah krisis kepercayaan, trauma kolektif, dan keinginan kuat untuk survive sambil tetap idealis.


🐉 Sisu: Naga Terakhir yang Berbeda dari Ekspektasi

Masuklah Sisu, naga terakhir yang diperankan oleh Awkwafina. Tapi jangan bayangkan naga ganas ala Smaug. Sisu itu goofy, awkward, dan penuh semangat positif—bener-bener “kakak kelas yang suka kasih motivasi di tengah chaos”.

Sisu bukan pahlawan karena kekuatan fisik, tapi karena hatinya. Ia percaya pada orang lain, bahkan ketika dunia penuh pengkhianatan. Di sinilah kontras muncul: Raya yang sinis bertemu dengan Sisu yang optimis.

Kombinasi ini bikin dinamika mereka sangat hangat dan menyentuh. Ini bukan cerita satu orang menyelamatkan dunia, tapi tentang bagaimana kita bisa saling percaya untuk menyembuhkan luka bersama.


🤝 Kepercayaan: Tema Besar yang Kena Banget

Tema utama Raya and the Last Dragon adalah trust alias kepercayaan. Dan film ini bener-bener all out mengeksplorasinya.

  • Kepercayaan antara individu (Raya dan Sisu)
  • Kepercayaan antar wilayah (Heart vs Fang, dll.)
  • Kepercayaan yang sudah hancur dan sulit dipulihkan

Buat Gen Z—yang hidup di zaman hoaks, drama politik, dan kekecewaan publik—film ini menyajikan narasi healing dan rekonsiliasi yang menyentuh hati. Bahwa kepercayaan itu riskan, tapi juga satu-satunya jalan pulang.


💥 Aksi dan Visual yang Megah

Secara teknis, Raya adalah sajian visual luar biasa. Setiap wilayah Kumandra punya warna, atmosfer, dan style animasi berbeda—bikin kita serasa keliling Asia Tenggara versi magis.

Adegan perkelahiannya pun dipoles dengan sangat baik, terinspirasi dari seni bela diri Asia Tenggara seperti silat, muay thai, dan pencak dor. Gerakan Raya saat bertarung bukan hanya keren, tapi juga punya koreografi yang realistis dan grounded.


🌈 Representasi dan Dampaknya

Sebagai film animasi Disney pertama yang menampilkan protagonis Asia Tenggara, Raya and the Last Dragon punya dampak besar:

  • Membuka ruang untuk budaya SEA di panggung global
  • Menginspirasi banyak anak-anak Asia Tenggara untuk merasa “terwakili”
  • Mendorong perbincangan soal keberagaman dan inklusi di industri hiburan

Dan yang keren? Film ini nggak cuma menjual estetika, tapi juga narasi yang kuat. Ini bukan representasi kosmetik—tapi perayaan identitas yang autentik.


🏆 Pencapaian

  • Nominasi Academy Award dan Golden Globe untuk Best Animated Feature
  • Pujian luas atas desain dunia, pesan moral, dan kekuatan karakter perempuan
  • Sukses streaming di Disney+ dan jadi topik hangat di media sosial

🎯 Kesimpulan

Raya and the Last Dragon adalah film yang memadukan visual indah, aksi seru, dan narasi emosional yang kuat. Di tengah konflik dan kehancuran, film ini mengingatkan kita bahwa satu hal yang bisa menyatukan semua adalah kepercayaan—meski itu yang paling sulit untuk diberikan.

Buat Gen Z yang lagi struggle dengan trust issues, broken friendships, atau trauma sosial—Raya adalah pengingat bahwa membangun kepercayaan bukan kelemahan. Itu keberanian tertinggi.

Dan dalam dunia yang penuh kebingungan, kadang yang kita butuhkan… hanyalah satu orang (atau satu naga) yang percaya pada kita.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *